Senin, 17 Oktober 2011

Evaluasi Pembelajaran

Refleksi Proses dan Hasil Evaluasi,
Krteria Keberhasilan Proses dan Hasil Belajar
  Keberhasilan Proses Belajar
Secara sederhana pengertian keberhasilan proses belajar adalah keberhasilan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung, kita dapat mengetahui, apakah siswa cukup aktif dalam mengikuti pembelajaran, apakah siswa kita dapat bekerjasama dengan teman lain, apakah siswa memiliki keberanian untuk bertanya atau mengungkapkan pendapatnya Keberhasilan-keberhasilan siswa sebagaimana disebutkan di atas merupakan keberhasilan proses belajar.
Lazimnya, keberhasilan proses belajar siswa ditunjukkan oleh kinerja siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan proses belajar siswa dapat kita ketahui dari hasil asesmen kita terhadap kinerja siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Untuk memperoleh informasi mengenai keberhasilan proses belajar siswa, kita dapat menggunakan berbagai cara, misalnya mengamati keaktifan siswa dalam bekerjasama, atau wawancara tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran.
Sebagai guru, kita dapat menetapkan kriteria apa saja yang masuk akal untuk keberhasilan proses belajar siswa. Tentu saja, kita juga perlu memberikan penjelasan atau alasan mengapa kriteria tersebut kita tetapkan seperti itu. Tingkat keberhasilan seperti: sangat kurang, kurang, cukup, baik, sangat baik; atau kurang aktif, cukup aktif, aktif, sangat aktif adalah contoh tingkatan yang dapat kita gunakan untuk menilai kinerja siswa. Tentu saja, kita perlu membuat kriteria untuk mengelompokkan setiap siswa ada di tingkat mana.
Keberhasilan Hasil Belajar
Di samping dari proses belajar, keberhasilan siswa juga dilihat dari hasil belajarnya. Keberhasilan siswa setelah mengikuti satuan pembelajaran tertentu kita sebut dengan keberhasilan hasil belajar. Setelah proses pembelajaran berlangsung, kita dapat mengetahui, apakah siswa telah memahami konsep tertentu, apakah siswa kita dapat melakukan sesuatu, apakah siswa kita memiliki keterampilan atau kemahiran tertentu. Keberhasilan-keberhasilan siswa sebagaimana disebutkan di atas merupakan keberhasilan hasil belajar. Lazimnya, keberhasilan hasil belajar siswa ditunjukkan oleh kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan hasil belajar siswa dapat kita ketahui dari hasil penilaian kita terhadap hasil siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Hasil belajar siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika – matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Dari hasil penilaian terhadap hasil belajar siswa, dapat diketahui keberhasilan dari hasil belajar siswa. Sebagai guru, kita dapat menetapkan kriteria apa saja yang masuk akal untuk keberhasilan hasil kinerja siswa. Tentu saja, kita juga perlu memberikan penjelasan atau alasan mengapa kriteria tersebut kita tetapkan seperti itu. Tingkat keberhasilan seperti: sangat kurang, kurang, cukup, baik, sangat baik; atau kurang terampil, cukup terampil, terampil, sangat terampil adalah contoh tingkatan yang dapat kita gunakan untuk menilai hasil kinerja siswa.
Bahkan, tingkat keberhasilan dapat dibuat lebih sederhana, misalnya: menguasai, tidak menguasai atau terampil, tidak terampil. Tentu saja, kita perlu membuat kriteria untuk mengelompokkan setiap siswa ada di tingkat mana ia berada. Untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan siswa secara lebih lengkap (komprehensif), penilaian dari satu atau dua aspek keberhasilan saja tidaklah cukup. Kita dapat mengkombinasikan berbagai cara atau berbagai aspek yang dinilai.
Analisis Keberhasilan Belajar
Berdasarkan tingkat keberhasilan (baik proses maupun hasil belajar) yang kita buat beserta kriterianya sekaligus, kita dapat menetapkan di tingkat mana siswa kita berada. Demikian pula, dengan menetapkan pada tingkat keberhasilan mana siswa kita dikatakan berhasil, maka kita dapat menetapkan berhasil tidaknya seseorang siswa. Misalnya kita tetapkan bahwa tingkat keberhasilan belajar siswa adalah: sangat kurang, kurang, cukup baik, baik, dan sangat baik. Kriteria yang kita tetapkan misalnya sebagai berikut.
Tingkat ”sangat kurang” jika: skor hasil tes siswa < 20,
tingkat ”kurang”, jika 20 < skor hasil tes siswa < 40,
tingkat ”cukup”, jika 40 < skor hasil tes siswa < 60,.
tingkat ”baik”, jika 60 <skor hasil tes siswa < 80,
tingkat ”sangat baik”, jika skor hasil tes siswa > 80.
Kemudian kita tetapkan bahwa siswa dikatakan berhasil (dari aspek hasil belajarnya) jika skor hasil tes siswa tersebut berada pada tingkat baik. Siswa A dengan skor hasil belajar 65 adalah siswa yang berhasil dan siswa B dengan skor 55 tidak/belum berhasil.
Setelah dilakukan pengukuran terhadap keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, misalnya kita menetapkan tingkat keberhasilan proses belajar siswa adalah: kurang aktif, cukup aktif, aktif. Dengan skor keaktifan 0 – 100, misalkan kita tetapkan kriteria sebagai berikut.
Tingkat kurang aktif, jika; skor keaktifan siswa < 35,
tingkat cukup aktif, jika 35 < skor keaktifan < 70,
tingkat aktif, jika skor keaktifan siswa > 70.
Kemudian kita tetapkan bahwa siswa dikatakan berhasil (dari aspek proses belajarnya) jika skor keaktivan siswa tersebut berada pada cukup aktif. Siswa C dengan skor keaktifan 40 adalah siswa yang berhasil dan siswa B dengan skor 30 tidak/belum berhasil. penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi.
Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam hal ini prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk penguasaan suatu kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat digunakan penilaian acuan norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan kegunaannya, seperti untuk memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk mengelompokkan peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi peserta didik yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
Evaluasi Diri Terhadap Proses Pembelajaran Yang Telah Dilakukan
Evaluasi diri adalah aktivitas menilai sendiri keberhasilan proses pengajaran yang kita lakukan. Sebagai guru, melakukan evaluasi diri merupakan aktivitas yang penting karena dua alasan. Pertama, kita ingin memperbaiki kualitas pengajaran kita. Memperbaiki kualitas pengajaran berarti memperbaiki kelemahan-kelemahan yang kita lakukan. Kedua, kita tidak terlalu berharap banyak pada orang lain untuk mengamati proses pengajaran yang kita lakukan. Orang lain (guru lain) juga mempunyai kesibukan yang sama. Evaluasi diri merupakan bagian penting dalam aktivitas pembelajaran untuk memahami dan memberi makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang terjadi akibat adanya pengajaran yang kita lakukan.
Hasil evaluasi diri digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan. Dalam melakukan evaluasi diri, prinsip-prinsip yang hendaknya kita gunakan adalah: kejujuran, kecermatan, dan kesungguhan. Kita hendaknya jujur kepada diri kita sendiri bahwa tidak ada guru yang memiliki kemampuan sempurna dalam melaksanakan tugas mengajar. Kita juga harus jujur mengakui bahwa masih banyak kelemahan yang kita lakukan dalam mengajar. Justru dengan mengetahui kelemahan yang kita lakukan, kita dapat memperbaiki diri. Orang bijak bilang, pengalaman adalah guru yang paling baik. Guru yang baik adalah guru yang banyak belajar dari pengalaman. Tidak mudah untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang kita lakukan. Kita perlu cermat dan jeli dalam melakukan evaluasi diri.
Berdasarkan informasi yang dapat kita peroleh, kita perlu melakukan refleksi terhadap bagian demi bagian dari aktivitas mengajar kita. Hasil pencermatan kita mungkin masih keliru sehingga mengakibatkan hasil refleksi yang keliru pula. Sebagai akibat, sangat mungkin upaya-upaya perbaikan yang kita lakukan belum membawa hasil, dimana letak kelemahan atau bahkan kesalahan yang telah kita lakukan. Lebih dari semua itu, aktivitas evaluasi diri membutuhkan kesungguhan dan kesabaran. Melakukan pencermatan atas informasi yang ada dan kemudian melakukan refleksi dan refleksi lagi jelas membutuhkan kesungguhan dan kesabaran. Dengan membiasakan diri melakukan evaluasi diri, maka akan menjadi tradisi yang baik dalam proses memperbaiki kualitas pengajaran kita.
Melakukan Evaluasi Diri, dalam menilai sendiri keberhasilan pengajaran, kita membutuhkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran yang telah kita lakukan. Informasi dimaksud dapat berupa hasil penilaian terhadap proses belajar siswa, hasil belajar siswa, hasil angket yang kita berikan kepada siswa, atau hasil wawancara kita dengan siswa.
Informasi-informasi berupa hasil pengukuran tersebut di atas selanjutnya perlu dianalisis. Menilai hasil-hasil pengukuran merupakan aktivitas analisis dimaksud. Jadi proses analisis dimulai dari menilai hasil-hasil pengukuran (tes atau non tes), kemudian kita tetapkan tingkat keberhasilan dari masing-masing aspek penilaian, menentukan kriteria keberhasilan, dan selanjutnya menetapkan berhasil atau tidaknya aspek-aspek yang dinilai tersebut. Tentu saja dari proses analisis ini dapat diketahui aspek mana yang sudah berhasil dan aspek mana yang belum berhasil.
Proses selanjutnya adalah memberi makna (pemaknaan) atas hasil analisis yang kita lakukan. Makna yang dapat diperoleh dari kegagalan proses belajar siswa dan makna yang dapat diperoleh dari kegagalan hasil belajar siswa. Makna yang didapat dari respon negatif yang diberikan siswa. Langkah selanjutnya adalah memberikan penjelasan mengapa kegagalan itu bisa terjadi. Mengapa siswa-siswa kita memberikan respon negatif atas pelaksanaan pembelajaran yang kita lakukan, mengapa proses belajar siswa berjalan tidak sesuai harapan, demikian pula mengapa hasil belajar siswa justru menurun dari periode sebelumnya, dan lain sebagainya, dari penjelasan-penjelasan di atas, selanjutnya kita dapat memberikan kesimpulan-  kesimpulan yang masuk akal. Kesimpulan dapat kita kemukakan dalam bentuk identifikasi faktor-kator penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan.
Melakukan evaluasi diri terhadap pembelajaran yang kita lakukan tidaklah cukup bila hanya mendasarkan diri pada hasil belajar siswa. Diperlukan informasi lain yang lebih mendalam dan menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi diri. Informasi-informasi tersebut kemudian dianalisis, dimaknai, dijelaskan dan kemudian disimpulkan untuk menemukan faktor-faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan pembelajaran yang kita lakukan. Karena itu, dengan meningkatkan kualitas kinerja siswa (seperti misalnya peningkatan keaktifan siswa) kita harapkan akan meningkat pula hasil belajar siswa.
 Faktor Penyebab Kegagalan dan Pendukung Keberhasilan dalam Pembelajaran
Pendukung keberhasilan dalam pembelajaran itu dilihat dari pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar, umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal, kadang dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.  
Dari tujuan dan manfaat evaluasi kita sebagai guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangannya dalan menyampaikan materi pelajaran. Sehingga ia dapat menata kembali atau menggunakan strategi baru dalam proses pembelajaran sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Selain menilai hasil belajar murid, evaluasi juga menilai hasil mengajar guru dengan kata lain, guru dapat menilai dirinya sendiri dimana kekurangan dan kelemahannya dalam mengajar, sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Jika dalam suatu kegiatan belajar, tujuan sudah diidentifikasi, biasanya dapat disusun suatu tes atau ujian yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai atau tidak. Mager pernah mengatakan bahwa jika kita mempelajari dengan teliti semua tahap yang telah dibicarakan sampai saat ini, maka siswa sudah harus dapat melakukan apa yang telah direncanakan untuk mereka lakukan. Hasil dari penialaian dapat mendorong guru untuk memperbaiki keterampilan profesional mereka, dan juga membantu mereka mendapat pasilitas serta sumber belajar yang lebih baik.
Faktor penyebab kegagalan dalam pembelajaran
1. Guru kurang menguasi materi pelajaran. Sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mareka kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
2. Guru kurang menguasai kelas, Guru yang kurang mampu menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.
3.  Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar. Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
4.  Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari anak didik.
5.  Guru menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran. Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
6.  Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu, Waktu yang tertulis dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya, waktu untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidak pernah telat.
7.  Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.
8.  Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih senior dan profesional guna menambah wawasannya.
9.  Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa yang dimaksud oleh guru.
10  Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum, Guru jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap materi pelajaran tersebut
Upaya Optimalisasi Proses Belajar
Optimalisasi proses dan hasil belajar mengacu pada berbagai upaya agar proses belajar dapat berlangsung dengan baik sehingga para siswa dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan yang kita harapkan. Dengan kata lain, optimalisasi proses dan hasil belajar adalah upaya memperbaiki proses pembelajaran sehingga para siswa mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar.
Pencapaian hasil belajar yang optimal merupakan perolehan dari proses belajar yang optimal pula. Tentu saja, proses maupun hasil belajar yang baik akan diperoleh bilamana proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, agar proses dan hasil belajar siswa optimal, maka mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan sampai pada tahap penilaian haruslah dipersiapkan dan dilaksanakan secara baik pula.
Dalam praktek, betapapun baik kualitas pembelajaran yang kita lakukan, selalu saja ada aspek-aspek yang masih belum sesuai harapan. Biasanya, masih ada siswa yang proses belajarnya masih belum optimal atau ada beberapa siswa yang hasil belajarnya masih belum tuntas. Oleh karena itulah, optimalisasi proses dan hasil belajar diarahkan agar seluruh siswa dapat mencapai keberhasilan, baik proses maupun hasil belajarnya. Dengan kata lain, optimalisasi proses dan hasil belajar bertujuan untuk meminimalkan atau meniadakan siswa yang tidak berhasil, baik proses maupun hasil belajarnya.
Dengan mengajukan berbagai alternatif upaya optimalisasi proses dan hasil belajar melalui masing-masing faktor penyebab kegagalan akan membantu kita dalam memilih alternatif mana yang kita pilih. Kesiapan siswa, kesiapan guru, kondisi lingkungan, ketersediaan media adalah beberapa aspek yang perlu kita pertimbangkan untuk menetapkan pilihan. Pilihan itulah yang kita anggap optimal untuk saat itu. Sementara itu, kehadiran guru lain sebagai teman diskusi akan sangat membantu kita dalam mengotimalkan proses dan hasil belajar siswa.
Upaya proses pembelajaran optimal akan berimplikasi terhadap perubahan peranan murid, perubahan peranan guru, pemanfaatan sumber-sumber belajar, penilaian dan pola interaksi-komunikasi proses pembelajaran.
Peranan anak dalam belajar, ditinjau dari sudut psikologi proses pembelajaran optimal memerlukan perkembangan domain intelektual, kognitif, motivasi dan sosio afektif. Terjadinya keterkaitan di bidang intelektual dan kognitif, dimana pengetahuan dasar saat ini merupakan dasar (preriquisite) untuk mengembangkan kognitif tingkat yang lebih tinggi. Dalam kerangka itu, anak harus diperlengkapi dengan teknik-teknik untuk mendapatkan pengetahuan dan disadarkan akan sumber-sumber pengetahuan di luar guru dan sekolah. Dan yang lebih penting dari itu, mereka harus terampil untuk menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah belajar.  Dalam rangka optimasi proses pembelajaran, anak harus mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Anak harus mampu mengembangkan kemampuannya untuk belajar dalam berbagai teknik dan setting belajar. Anak harus dapat menemukan sendiri pengetahuannya dan mengolah pengetahuannya itu, dan dengan terampil dapat memanfaatkannya untuk memecahkan masalah. Kegiatan belajar, perlu diarahkan kepada peningkatan cara belajar siswa aktif agar pembelajaran menjadi optimal. Melalui cara belajar aktif tersebut, anak dapat berkembang kemampuan dan keinginannya untuk belajar secara mandiri. Dengan CBSA anak mampu belajar dalam arti yang sebenarnya. Anak dapat memproses dan menggunakan pengetahuan sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir kritis, kreatif dan penalaran yang tinggi.  Peningkatan kadar CBSA dalam kegiatan pembelajaran, berarti menuntut penggunaan strategi dan metode pembelajaran secara kaya dan beraneka ragam. Penerapan berbagai metode pembelajaran secara self directed learning (dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk belajar) dan interlearning (belajar sesama teman).  Pembelajaran optimal menuntut anak untuk mengambil peran aktif dalam belajarnya. Pengambilan bagian secara aktif dalam kegiatan belajar terindikasikan oleh adanya keterlibatan mental, emosional anak disamping keterlibatan fisik, keterlibatan mental intelektual dan emosional sekaligus berarti pembangkitan motivasi.
Peranan guru dalam proses pembelajaran optimal, peranan guru dalam proses pembelajaran optimal memiliki berbagai bentuk sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap, struktur motivasi dan ketrampilan kognitif anak. Di dalam domain sikap, tugas guru membantu anak untuk mengambil sikap yang kreatif dalam proses pembelajaran. Membantu anak untuk berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah agar dapat mengatasi secara efektif dan efisien. Membantu anak untuk memperoleh pengalaman, menjadi peran guru dalam pembelajaran. Di bidang motivasi, tugas guru adalah membangkitkan anak dalam proses belajar dan membangkitkan keinginan anak untuk secara kontinyu mau belajar. Sedangkan dalam domain kognitif tugas guru adalah memperlengkapi kemampuan untuk belajar dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Tugas ini dapat dikembangkan melalui pembinaan dalam mengenal dan menggunakan metode-metode ilmiah dan pembinaan untuk mengenal sumber-sumber belajar. Peranan fundamental guru, utamanya dalam bidang kognitif yaitu meningkatkan kemampuan anak untuk menemukan pengetahuan baru menganalisa proses belajar anak. Untuk yang terakhir ini dikembangkan melalui pembelajaran dengan pendekatan ketrampilan proses. Dalam rangka memandu konsep belajar sepanjang hayat, guru hendaknya telah menjadi pelajar sepanjang hayat. Guru tidak pernah berhenti belajar. Sehingga tindakannya itu, menjadi contoh bagi anak-anak.
Penilaian Pembelajaran, sebagai konsekuensi dari pembelajaran optimal, ada pada sistem penilaian. Penilaian tidak semata-mata diarahkan untuk mengukur hasil belajar saja. Penilaian kegiatan pembelajaran harus mencakup hasil dan proses belajar anak. Penilaian hasil maksudnya penilaian terhadap penguasaan pengetahuan anak. Sedang penilaian proses mengacu pada penilaian terhadap kualitas aktivitas belajar anak. Misalnya penilaian tentang sikap belajar, penilaian terhadap keterampilan proses (keterampilan mengamati, menggolongkan, menafsirkan, penelitian, dan keterampilan komunikasi).
Pemanfaatan sumber-sumber belajar, proses pembelajaran optimal pada hakekatnya adalah penerapan proses pembelajaran yang dilandasi oleh prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Peningkatan kadar CBSA dalam kegiatan pembelajaran, menuntut penggunaan strategi dan metode pembelajaran secara beraneka ragam. Dalam rangka Cara Belajar Siswa Aktif, kegiatan pembelajaran membiasakan anak untuk menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang ada di dalam sekolah, maupun di luar sekolah. Yang dimaksud sumber belajar adalah segala sumber pesan, manusia, lingkungan dan teknik yang dapat digunakan oleh anak, baik sendiri maupun bersama-sama,untuk membantu belajarnya. Penggunaan jenis sumber belajar tersebut mengisyaratkan, bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar. Dengan perancangan sumber belajar yang demikian itu akan membantu siswa untuk terbiasa belajar sendiri tanpa harus dibawah pengaruh otoritas guru. Anak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan menggali berbagai sumber belajar di luar arahan guru, di luar buku paket dan bahkan di luar sekolah. Implikasi dari proses belajar optimal adalah nara sumber dalam belajar anak bukan semata-mata guru. Akan tetapi bagaimana kemampuan guru untuk mengkoordinasikan orang-orang sumber tersebut agar dapat membantu belajar anak. Orang-orang sumber yang dapat dikoordinasikan untuk membantu anak dalam belajar misalnya ahli pustakawan, perawat kesehatan, penjaga musium, dokter, ahli farmasi petani dll.
Interaksi-Komunikasi dalam Pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisionong belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau stimulasi yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut belajar. Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat anak. Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubungan langsung, yakni interaksi secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan media pembelajaran seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan sejenisnya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi pula melalui hubungan yang bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan media pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam pembelajaran.

2 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino Resort opening in 2021
    The resort at Harrah's Cherokee Casino Resort is now open in the 오산 출장마사지 state of 당진 출장샵 New Mexico. · 양산 출장안마 Harrah's Cherokee Casino Resort opens on 화성 출장샵 the first 충주 출장안마 day since the

    BalasHapus